Energi listrik merupakan salah satu macam energi yang dapat menunjang segala aspek kehidupan serta dapat meningkatkan taraf hidup manusia. Kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menjadi salah satu solusi dari permasalahan terbatasnya sumber daya fosil. Namun demikian, teknologi reaktor yang dapat digunakan hingga sampai saat ini adalah teknologi reaktor fisi yang mana pada teknologi reaktor ini masih mempunyai beberapa kendala, termasuk bahan bakar nukliryang digunakan untuk reaksi berupa Uranium dan Torium.
Sumber daya energi nuklir dibatasi sebagai Uranium dan Torium. Hal ini karena teknologi reaktor nuklir yang tersedia sekarang adalah teknologi reaktor nuklir yang menggunakan Uranium sebagai bahan bakarnya melalui reaksi fisi U-235.Jika semua Uranium dan Torium dapat dibakar, akan dihasilkan sekitar 800 – 900 kg limbah radioaktif per GWe tahun dengan umur paruh rerata 30 tahun.
Masalah penanganan limbah reaktor fisi yang mempunyai waktu paroh cukup lama ini pun juga menjadi permasalahan tersendiri. Negara pengembang PLTN jenis reaktor fisi harus menyediakan daerah untuk karantina limbah hasil reaksi fisi.
Pada tahun 1968, ilmuwan Rusia,Igor Tamm dan Andrei Sakharov, dari Institut Kurchatov mengumumkan keberhasilan mereka mengoperasikan reaktor fusi pertama yang mereka sebut (dalam bahasa Rusia) Toroidalnya Kamera Ve Magnetnaya Katushka(Tokamak), atau Pengurungan Plasma dengan Medan Magnet.
Sukses besar penemuan Tokamak mendorong negara-negara Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat untuk membangun fasilitas riset termonuklir sendiri yang juga berbentuk tokamak, yaitu JET di Inggris, JT-60 di Jepang, dan TFTR di Princeton, Amerika Serikat. Hingga kini hampir semua reaktor fusi berbentuk Tokamak (Andang, 2014: 2).
Sebuah mega proyek plasma Tokamak telah direncanakan oleh gabungan Uni-Eropa Rusia, Amerika Serikat, dan Jepang. Pada pertemuan gabungan beberapa negara tersebut telah diputuskan tempat pembangunan pada tahun 1998 yaitu Cadarache, Perancis. Mega proyek tersebut dinamakan International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER) yang akan mengombinasikan beberapa teknik unggul dari Tokamak yang telah dilakukan sebelumnya oleh negara-negara anggota.
Ruang vakum berbentuk Toroida dipilih sebagai ruang pembakaran plasma. Tokamak menggunakan komponen utama berupa sistem medan magnetik toroidal dan medan magnetik poloidal guna mengontrol plasma agar tetap berada di ruang vakum.
Reaktor fusi nuklir mampu menggunakan bahan bakar Deuterium dan Litium setelah dikonversi menjadi Tritium, yang ketersediannya jauh lebih melimpah di permukaan Bumi daripada ketersediaan Uranium dan Torium. ITER (2013: 5) menyatakan bahwa Deutrium dapat didestilasi dari semua bentuk air, termasuk air laut, dengan setiap satu liter air laut terdapat 33 miligram Deutrium. Energi persatuan massa yang dihasilkan reaksi Deuterium dan Tritium sekitar 17 kali lebih besar daripada energi per satuan massa yang dihasilkan oleh Uranium dan Torium.
1D2 + 1T3à2He4+ 0n1 + 17,6 MeV
Persamaan reaksi nuklir Deuterium dan Tritium diatas tidak menghasilkan limbah radioaktif, yang bersifat radioaktif hanyalah bahan bakar Tritium. Tritium, 1T3, merupakan isotop yang tidak stabil dan mempunyai umur paruh 12,3 tahun, lebih pendek daripada umur paruh rerata limbah nuklir dari reaksi Uranium dan Torium.
Pembelokan yang serupa atau gaya semu ini terjadi ke arah manapun peluru itu bergerak. Jika peluru diarahkan sejajar dengan garis lintang (selain khatulistiwa), pembelokan juga akan berarah ke kanan di Belahan Bumi Utara dan ke kiri di Belahan Bumi Selatan.
Untuk Penjelasan lebih lengkap tentang Teknik Tokamak Pada Reaktor Fusi ITER (International Thermonuclear Experiment Reactor), bisa kalian lihat dalam Makalah Seminar Fisika yang disusun Oleh Mahasiswa Fisika FKIP UNS, Rifai Hari Setyawan. Makalah tersebut akan membahas tentang Pengertian Plasma, Reaksi Fusi Termonuklir, Tampang Lintang, Kriteria Lawson Hingga Tokamak.
Untuk Makalah Seminar Fisika tersebut ( Format .PDF ) bisa kalian Unduh
Sekian, Semoga bermanfaat
0 comments:
Posting Komentar