Roket air yang stabil secara aerodinamis akan meluncur dengan bagian nose cone terlebih dahulu membentuk lintasan peluru dan kemudian mendarat dengan mulus. Peluncuran roket air yang stabil secara sederhana ditunjukkan oleh Gambar berikut
Gambar Lintasan Roket yang Stabil
Pada Gambar lintasan di atas, lintasan parabola tidak simetris atau asimetris dikarenakan adanya gesekan udara sehingga roket jatuh agak curam. Akan tetapi, jika gesekan udara yang dialami roket diabaikan (Sangat kecil), maka lintasan yang terbentuk berupa lintasan parabola secara utuh.
Pada roket air yang tidak stabil secara aerodinamis, roket akan terpontang-panting di udara dan kemudian jatuh, walaupun awal peluncuran juga dengan bagian nose cone terlebih dahulu. Roket air yang meluncur dengan tidak stabil tidak akan membentuk lintasan berupa parabola. Hal tersebut ditunjukkan gambar berikut.
Gambar Lintasan Roket Air yang Tidak Stabil
Untuk membuat roket air yang dapat meluncur dengan stabil di udara, perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut ini:
1. Mendesain Roket dengan Baik
Ketika air tersembur keluar dari dalam body roket, roket akan terdorong ke depan atau meluncur. Percepatan roket (a) akan berkurang karena roket mendorong terpaan angin dalam peluncurannya. Gaya roket ini dinamakan Aerodynamic drag. Drag akan sangat berpengaruh ketika benda bergerak di udara dengan cepat, sehingga perlu mendesain roket air dengan drag yang rendah.
Pada dasarnya roket air terdiri dari nose cone, body, dan fins. Dalam pembuatannya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
A. Pada bagian nose cone
- Berbentuk kerucut, karena ujung kerucut dapat lebih mudah membelah udara.
- Diberi pemberat misalnya bola tenis atau plastisin agar roket dapat meluncur dan mendarat dengan baik.
B. Pada bagian body
- Struktur body dibuat sehalus mungkin karena body yang halus akan memperkecil gesekan udara pada roket.
- Berdasarkan volume roket, roket yang ramping dan panjang cenderung memiliki hambatan yang rendah daripada roket yang besar dan pendek.
C. Pada fins
- Dibuat tipis dan ringan.
- Tidak memasang fins seperti pada berikut:
Gambar Pemasangan Fins yang Salah
2.Menaksir Titik Pusat Massa dan Titik Pusat Tekanan
Roket air menghabiskan sebagian besar peluncurannya di udara tanpa air di dalamnya. Untuk menemukan titik pusat massa roket air, sebelum dilakukan peluncuran (pada saat roket air masih kosong), seutas tali ikatkan pada body roket kemudian pindahkan titik suspensi sepanjang roket sampai ditemukan titik keseimbangan. Semakin titik keseimbangan tersebut mendekati nose cone, semakin besar kemungkinan roket air stabil dalam peluncuran. Penaksiran pusat massa dapat ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar Penaksiran Pusat Massa
Selain pusat massa, juga terdapat titik keseimbangan gaya aerodinamis. Titik tersebut dinamakan Pusat tekanan. Untuk menentukan letak titik pusat tekanan ternyata tidak mudah seperti menentukan titik pusat massa karena tidak ada eksperimen untuk menentukan pusat tekanan. Akan tetapi, ada dua metode matematika untuk menaksir titik pusat tekanan secara akurat, yaitu metode penampang atau cross-section dan persamaan Barrowman. Nah, di dalam tulisan ini akan menggunakan metode penampang.
Gambar Metode Penampang
Metode penampang dilakukan dengan cara membuat ‘siluet’ atau bayangan dari roket yang siap diluncurkan dari nose cone sampai dengan nozzle pada kertas seperti Gambar di atas. Pusat dari luas penampanglah yang dibuat menjadi pusat tekanan dari roket air.
Setelah menemukan pusat tekanan, kemudian pada kertas diberikan tanda di mana titik pusat massa berada. Setelah mendapatkan hasilnya, dapat dianalisis kestabilan roket air di udara dengan memerhatikan posisi titik pusat massa dan titik pusat tekanan.
Roket air yang stabil memiliki titik pusat massa yang letaknya lebih dekat dari bagian nose cone dari pada titik pusat tekanan. Hal tersebut disebabkan karena gaya aerodinamis berpusat pada pusat tekanan yang searah dengan arah angin.
Ketika roket meluncur, gaya aerodinamis mendorong ke bawah body roket. Pada awal mula peluncuran, roket meluncur ke arah relative wind. Akan tetapi, pada saat di udara, roket mendapat pengaruh yang tidak terduga (misalnya drag yang tidak merata pada roket, hembusan angin, dan lain lain) menyebabkan roket menyimpang dari jalurnya. (Singleton, 2001: 143)
Jika pusat tekanan terletak di belakang pusat massa, maka gaya aerodinamis akan bekerja pada bagian belakang roket agar kembali searah dengan relative wind. Hal inilah yang menyebabkan roket meluncur dengan stabil.
Jika pusat tekanan terletak di depan pusat massa, maka akan berlaku sebaliknya. Gaya aerodinamis akan menarik nose cone berlawanan arah dengan arah gerak yang seharusnya, yang akan menyebabkan roket kehilangan kendali atau roket meluncur dengan tidak stabil.
Penjelasan tersebut dapat diilustrasikan pada gambar berikut
(Kiri) Roket Stabil (kanan) Roket Tidak Stabil
Kestabilan peluncuran roket air dapat diprediksikan setelah titik pusat massa dan titik pusat tekanan ditaksir. Jika hasil penaksiran menandakan bahwa letak titik pusat tekanan terhadap pusat massa tidak sesuai, maka yang harus dilakukan adalah memodifikasi bentuk dan ukuran roket sampai sesuai dengan yang diharapkan.
Hal tersebut merupakan kekurangan dari metode penampang. Kekurangan yang lainnya adalah metode tersebut tidak dapat menjelaskan perbedaan tingkat kestabilan antara roket yang menggunakan tiga fin dengan empat fin, selama fin mempunyai bentuk dan ukuran yang sama. Namun, yang perlu diingat adalah metode penampang ini hanya merupakan penaksiran.
3. Memodifikasi atau Fairing Roket Air
Jika dalam penaksiran letak pusat massa dan pusat tekanan tidak sesuai dengan harapan, maka perlu diadakan modifikasi atau fairing terhadap roket air yang dibuat. Ada dua teknik fairing, yaitu
- Menggunakan dua buah botol sebagai body roket dengan cara menyambungkan keduanya dengan potongan bagian tengah botol lain dan
- Menambahkan botol lain untuk menambah panjang roket sehingga memindahkan letak pusat massa lebih ke depan untuk mencapai kestabilan.
Kedua teknik fairing diilustrasikan pada gambar berikut.
(a) Teknik Fairing pertama (b) Teknik Fairing yang kedua
Baca Juga :
Referensi:
Barjah, NN, dkk. 2012. Rancang Bangun Alat Eksperimen Roket Air dari Barang Bekas sebagai Media Pembelajaran Mekanika. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI, Jawa Tengah dan DIY.
Tipler, Paul A. 1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1 (diterjemahkan oleh Lea Prasetio dan Rahmad W. Adi). Jakarta: Erlangga.
0 comments:
Posting Komentar