Kekeliruan dalam Pengujian Hipotesis
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Pada dasarnya menguji hipotesis adalah menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel. Menurut Sugiyono (2001, hlm. 86) menyatakan bahwa terdapat dua cara menaksir, yaitu: “a point estimate dan interval estimate atau sering disebut convidence interval”. A point estimate (titik taksiran) adalah suatu taksiran parameter populasi berdasarkan satu nilai data sampel. Sedangkan interval estimate (taksiran interal) adalah suatu taksiran parameter populasi berdasarkan nilai interval data sampel.
Misalnya, peneliti berhipotesis (menaksir) bahwa daya tahan kerja orang Indonesia itu 10 jam/hari. Hipotesis ini disebut point estimate, karena daya tahan kerja orang Indonesia ditaksir melalui satu nilai yaitu 10 jam/hari. Bila hipotesisnya berbunyi daya tahan tenaga kerja orang Indonesia antara 8 sampai dengan 12 jam/hari, maka hal ini dapat disebut interval estimate. Nilai intervalnya adalah 8 sampai dengan 12 jam.
Menaksir parameter populasi yang menggunakan nilai tunggal (point estimate) akan mempunyai resiko kesalahan yang lebih tinggi dibanding dengan yang menggunakan interval estimate. Menaksir daya tahan kerja orang Indonesia 10 jam/hari akan mempunyai kesalahan yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai taksiran antara 8 sampai dengan 12 jam. Makin besar interval taksirannya maka akan semakin kecil kesalahannya. Menaksir daya tahan kerja orang Indonesia 6 sampai dengan 14 jam/hari akan mempunyai kesalahan lebih kecil bila dibandingkan dengan interval taksiran 8 sampai 12 jam. Untuk selanjutnya kesalahan taksiran ini dinyatakan dalam peluang yang berbentuk persentase. Menaksir daya tahan kerja orang Indonesia dengan interval 6 sampai dengan 14 jam/hari akan mempunyai persentase kesalahan yang lebih kecil dibandingkan interval taksiran 8 sampai dengan 12 jam/hari. Biasanya dalam penelitian kesalahan taksiran ditetapkan terlebih dahulu, yang digunakan adalah 5% dan 1%. Semakin kecil taraf kesalahan yang ditetapkan, maka interval estimate-nya semakin besar, sehingga tingkat ketelitian taksiran semakin rendah.
Sugiyono (2001, hlm. 88) menyatakan bahwa dapat menaksir populasi berdasarkan data sampel kemungkinan akan terdapat dua kesalahan, yaitu:
1. Kesalahan tipe I adalah suatu kesalahan bila menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (seharusnya diterima). Di dalam hal ini tingkat kesalahan dinyatakan dengan alfa.
2. Kesalahan tipe II adalah kesalahan bila menerima hipotesis yang salah (seharusnya ditolak). Tingkat kesalahan ini dinyatakan dengan betha.
Berdasar hal tersebut, maka hubungan antara keputusan menolak atau menerima hipotesis dapat digambarkan pada tabel berikut:
Keputusan | Keadaan Sebenarnya | |
Hipotesis Benar | Hipotesis Salah | |
Terima hipotesis | Tidak membuat kesalahan | Kesalahan tipe II |
Menolak hipotesis | Kesalahan tipe I | Tidak membuat kesalahan |
Apabila nilai statistik (data sampel) yang diperoleh dari hasil pengumpulan data sama dengan nilai parameter populasi atau masih berada pada nilai interval parameter populasi, maka hipotesis yang dirumuskan 100% diterima. Jadi tidak terdapat kesalahan. Namun, apabila nilai statistik di luar nilai parameter populasi akan terdapat kesalahan. Kesalahan ini semakin besar bila nilai statistik jauh dari nilai parameter populasi.
Tingkat kesalahan ini kemudian disebut level of significant atau tingkat signifikansi. Pada praktiknya tingkat signifikansi telah ditetapkan oleh peneliti terlebih dahulu sebelum hipotesis diuji. Biasanya tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) yang diambil adalah 1% atau 5%. Suatu hipotesis terbukti dengan mempunyai kesalahan 1% berarti bila penelitian dilakukan pada 100 sampel yang diambil dari populasi yang sama, maka akan terdapat satu (1) kesimpulan salah yang dilakukan untuk populasi.
Referensi
Sugiyono (2001). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
0 comments:
Posting Komentar