Senin, 25 November 2013

KERAJAAN GOA – TALLO



Kerajaan Goa dan Talo termasuk salah satu Kerajaan islam di Indonesia yang terletak di Sulawesi Selatan. Pada mulanya di Sulawesi Selatan berdiri beberapa kerajaan, diantaranya : Gowa, Tallo, Luwu, Bone dan Soppeng. Kerajaan Soppeng, Wajo dan Bone bergabung menjadi Tellum Pacceu. Kerajaan Gowa dan Tallo bergabung menjadi Kerajaan Makasar.
Gowa dan Tallo menjadi kerajaan Islam karena dakwah dari Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau. Setelah masuk Islam, raja Gowa, Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin. Dan raja Tallo, Kraeng Mantoaya bergelar Sultan Abdullah, dengan julukan Awalul Islam. Gowa-Tallo berkembang pesat karena letaknya yang strategis ditengah-tengah lalu lintas pelayaran antara Malaka dan Maluku. Sehingga wilayah Makasar juga meliputi pulau-pulau sekitarnya sampai ke bagian Timur Nusa Tenggara.

1.    Sultan Alaudin, 1591 - 1639

Pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Makasar mengembangkan pelayaran dan perdagangan sehingga kesejahteraan rakyat meningkat. Ia juga dikenal sebagai sultan yang sangat menentang Belanda hingga wafat pada tahun 1639. la digantikan putranya Sultan Muhammad Said.
2.    Muhammad Said, 1639 - 1653
Pada masa pemerintahan Muhammad Said, Makasar maju pesat sebagai bandar pelabuhan transito. Muhammad Said juga pernah mengirimkan pasukan ke Maluku, untuk membantu rakyat Maluku yang sedang berperang melawan Belanda. Pengganti Muhammad Said adalah putranya bergelar Sultan Hasanuddin.
3.    Sultan Hasanuddin, 1653 - 1669
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Makasar mencapai masa kejayaannya. Dalam waktu singkat Makasar berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Ia juga memperluas wilayah kekuasaannya di Nusa Tenggara seperti Sumbawa dan sebagian Flores. Dengan demikian kegiatan perdagangan melalui Laut Flores harus singgah di Makasar. Hal itu ditentang oleh Belanda, karena hubungan Ambon dan Batavia terhalang oleh kekuasaan Makasar.
Keberanian Hasanuddin memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku mengakibatkan Belanda semakin terdesak. Oleh karena keberaniannya itulah Belanda memberi julukan "Ayam Jantan dari Timur" kepada Sultan Hasanuddin.
Dalam rangka menguasai Makasar, Belanda melakukan politik devide at impera. Kesempatan yang baik datang ketika pada tahun 1660 Raja Soppeng – Bone bernama Aru Palaka yang sedang memberontak kepada kerajaan Gowa. Karena merasa terdesak Aru Palaka meminta bantuan VOC. VOC yang dipimpin oleh Cornelis Speelman menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka dari darat. Makasar bertahan mati-matian untuk mempertahankan benteng Barombong dan benteng istana Sombopu. Sultan Hasanuddin akhirnya dapat dikalahkan dan harus menandatangani Perjanjian Bongaya tahun 1667
ISI perjanjian:
1.      Kompeni Dagang Belanda (VOC) memperoleh hak monopoli dagang di Makasar.
2.      Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
3.      Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
4.      Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone
4.    Imam pasomba Daeng Nguraga
Sultan Hasanuddin digantikan putranya bemama Imampasomba Daeng Nguraga, yang juga dikenal sebagai Sultan Amir Hamzah. Ia tidak mampu mempertahankan Makasar dari serbuan Belanda secara bertubi-tubi.
Kehidupan Ekonomi
Seperti yang telah Anda ketahui bahwa kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis, memiliki pelabuhan yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBAHi’E sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat. Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Kehidupan Sosial Budaya
Raja Gowa Tallo sangat besar perannya dalam menyebarkan Islam, sehingga bukan rakyat saja yang memeluk Islam tapi kerajaan-kerajaan disekitarnya juga menerima Islam, seperti Luwu, Wajo, Soppeg, dan Bone. Wajo menerima Islam tahun 1610 M. Raja Bone pertama yang menerima Islam bergelar Sultan Adam. Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.

0 comments:

Posting Komentar

popcash