Membaca merupakan salah satu tahapan awal dari masuknya suatu pengetahuan dalam otak kita. Memang budaya membaca di negara ini harus kembali di revolusi. Pagi ini karena motor saya mogok jadi saya ga bisa pergi ke sekolah dan untungnya hari ini tidak ada jadwal di sekolah. Lalu saya dorong itu motor ke bengkel resmi untuk diperbaiki, lumayan olahraga pagi hari.
Masuk ke bengkel motor mulai diperbaiki oleh teknisi dan saya duduk menunggu. Untungnya di ruang tunggu tersedia beberapa koran dan majalah, jadinya pelanggan tidak duduk saja tanpa ada satu pun kegiatan berharga. Lalu saya baca salah satu koran nasional yaitu sebut saja Kompas. Dalam teknik membaca, saya tidak membaca artikel yang saya tidak sukai, jadi saya memilih berita atau artikel yang menarik bagi saya dan kebetulan ada kolom opini dan berisi tetang tulisan salah satu praktisi pendidikan.
Isinya lumayan panjang dan memuat tema tentang kondisi pendidikan kita saat ini. Ada beberapa poin yang saya dapatkan dari artikel tersebut. Masalah pendidikan di Indonesia saat kompleks dan sudah melembaga, mulai dari contohnya polemik UN dan gonta ganti kurikulum yang selalu membuat guru repot. Beda halnya dengan kurikulum luar negeri yang tidak berubah dari waktu ke waktu, paling materinya saja yang diperbaharui sesuai realita dan fakta lapangan.
Dalam kolom tersebut juga ditulis bahwa pendidikan bukan sekedar mencari angka namun yang paling penting adalah nilai (value). Tingginya ilmu seseorang jika tidak diimbangi dengan nilai hidup maka yang ada adalah kerusakan, contohnya ya bisa kita lihat saat ini lah di Indonesia. Kasus SARA, main lapor sana sini, hujat menghujat itu adalah contoh bagian kecil dari pengetahuan tanpa nilai.
Itulah esensi dasar dan utama dari pendidikan yaitu nilai. Banyak sekali sekolah saat ini yang orientasi pendidikan lebih kepada angka, mencari angka nilai UN setinggi-tingginya agar image sekolah baik, murid nanti akan banyak daftar. Konsep ini sudah mengakar dan nampaknya harus dirubah. Tugas utama seorang pendidik atau guru adalah mengamati dan memetakan potensi terbaik yang dimiliki tiap siswa. Dengan demikian setiap anak itu unik, dan tidak mungkin semua anak harus punya nilai matematika 100, geografi 100 dll, karena pada dasarnya setiap anak itu berbeda. Okelah anak haru bisa menguasai materi pembelajaran namun tentu tidak semua materi harus bisa bukan?.
Satu potensi terbaik saja dikenali sejak dini maka itu akan menjadi senjata anak untuk mengarungi masa depan. Jadi saya prihatin kala ada sekolah yang pimpinannya mendiskreditkan gurunya karena misal nilai UN nya dibawah standar. Lah situ pimpinan memang bisa ngajar juga?. Guru itu tugasnya berat yaitu mengelola ciptaan Tuhan paling sempurna yang bisa saja nurut bisa juga ngga. Beda halnya dengan mengelola barang industri yang saat rusak bisa dikembalikan ke mesin untuk dibuat kembali. Jadi sekarang ini pendidikan seolah-olah sudah menjadi industri dan pola manajemennya pun seperti industri, jadilah lulusannya seperti robot. Ya begitulah hasil analisa koran hari ini. Sudahkah anda baca koran pagi ini?.
0 comments:
Posting Komentar