Rabu, 16 Agustus 2017

Peristiwa Rengasdengklok



Peristiwa Rengasdengklok
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok merupakan salah satu peristiwa penting yang merupakan bagian dari sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut versi sejarah resmi, peristiwa ini adalah aksi pemuda “menculik” Bung Karno dan Bung Hatta. Kejadian tersebut, dikatakan sebagai buntut dari silang pendapat antara golongan tua dengan golongan muda mengenai Proklamasi Kemerdekaan.
Pada versi sejarah resmi, dinyatakan golongan tua terlalu kompromis dan hanya menunggu kemerdekaan dari Jepang. Sebaliknya, golongan muda menginginkan proklamasi segera dilakukan dan tidak rela kemerdekaan sebagai hadiah dari Jepang.
Bung Karno dan Bung Hatta dianggap sebagai representasi dari golongan tua. Sementara di golongan pemuda ada sejumlah nama, seperti Sukarni, Chaerul Saleh, Aidit, Sidik Kertapati, Darwis, Suroto Kunto, A. M. Hanafie, Djohar Nur, Subadio, dan lain-lain.
Secara lebih gamblang, berikut kronologis dari peristiwa Rengasdenglok:
Setelah kekalahan Jepang di pertempuran Laut Karang, posisi pasukan Jepang di Asia Pasifik semakin terdesak. Pada setiap pertempuran melawan sekutu, Jepang harus menerima kekalahan, ditambah lagi pasukan Amerika Serikat melakukan serangan ke pusat industri-industri milik Jepang, seperti Kota Hirosima dan Nagasaki. Pasukan Amerika Serikat melakukan serangan terhadap Kota Hirosima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945 dengan cara menjatuhkan bom atom yang secara langsung menghancurkan kedua kota tersebut.
Kekalahan besar pasukan Jepang ini berujung pada menyerahnya pasukan Jepang tanpa syarat terhadap pasukan sekutu yang juga mengakibatkan terjadinya kekosongan kekuasaan di wilayah Indonesia. Hal ini terjadi karena pasukan sekutu yang ditugaskan untuk menerima kekuasaan atas wilayah Indonesia  dari tangan Jepang belum juga tiba di Indonesia. Sementara Jepang sudah tidak menjalankan perannya sebagai penguasa wilayah setelah menyerah tanpa syarat terhadap pasukan sekutu.
Pernyataan bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada pasukan sekutu sekaligus tanda berakhirnya Perang Dunia II diumumkan pada tanggal 15 Agustus 1945. Berita tersebut diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh parra pemuda yang tergabung pada pemuda Menteng Raya 31, seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, dan Wikana.
Para pemuda sesegera mungkin menemui Bung Karno dan Bung Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No. 58 Jakarta. Para golongan pemuda meminta mereka untuk bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari pengaruh Jepang. Tetapi, permintaan para pemuda tersebut ditolak oleh Bung Karno dan Bung Hatta dengan alasan bahwa pelaksanaan proklamasi perlu dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pada malam hari tanggal 15 Agustus 1945, para pemuda mengadakan rapat di ruang Lembaga Bakteriologi di Pengangsaan Timur yang dihadiri oleh Sukani, Yusuf Kunto, Sodanco Singgih, dan Chairul Saleh. Pada rapat tersebut diputuskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan, hubungan, dan janji kemerdekaan harus diputus. Golongan muda juga menginginkan agar mereka diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi. Hasil rapat tersebut disampaikan oleh Darwis dan Wikana kepada golongan tua.
Soekarno dan Hatta sebagai perwakilan golongan tua menolak hasil rapat yang disampaikan oleh perwakilan golongan muda. Akibatnya, muncul suasana tegang dalam rapat. Golongan tua tetap bersikukuh untuk perlunya diadakan rapat PPKI. Kuatnya pendirian golongan tua untuk tidak memproklamasikan kemedekaan sebelum rapat PPKI membuat golongan muda berpikir bahwa Soekarno-Hatta telah termakan pengaruh Jepang.
Hal inilah yang memicu terjadinya “penculikan” Soekarno-Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945, keduanya dibawa dan disembunyikan di Rengasdengklok. Tujuan peristiwa Rengasdenglok ini, yakni 1) mencegah terpengaruhnya Soekarno-Hatta terhadap pengaruh Jepang, dan 2) Untuk mendesak kedua tokoh agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari ikatan Jepang.
Menjelang tanggal 16 Agustus 1945, pada waktu tengah malam para golongan muda melakukan rapat di asrama Baperpi (Badan Permusyawaratan Pemuda Indonesia) di Jalan Cikini No. 7, Jakarta. Rapat tersebut menghasilkan keputusan untuk mengamankan Soekarno dan Hatta keluar dari Jakarta.
Para pemuda memutuskan untuk mengamankan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok. Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat untuk mengamankan kedua tokoh tersebut dipertimbangkan menurut perhitungan militer. Rengasdengklok terletak 15 km dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Selain itu, antara daidon (batalion) Peta Jakarta dan Rengasdengklok saling berlatih bersama. Dengan pertimbangan tersebut, setiap gerakan pasukan Jepang yang akan ke Rengasdengklok dari beberapa penjuru dengan cepat akan dapat diketahui dan dihadang dengan kekuatan militer yang cukup.
Soekarno dijemput di rumahnya oleh Chaerul Saleh dan Muwardi. Sedangkan Muh. Hatta dijemput oleh Sukarni dan Yusuf Kunto. Rombongan berangkan ke Rengasdengklok dengan pengawalan pasukan Peta di bawah pimpinan Sodanco Singgih. Hilangnya kedua tokoh tersebut (Soekarno-Hatta) baru diketahui golongan tua di Jakarta pada pukul 08.00 WIB (Waktu Indonesia Barat).
Di Rengasdengklok terjadi pembicaraan pribadi antara Soekarno dengan Sodanco Singgih. Isi pembicaraan tersebut intinya Sodanco menyimpulkan bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia segera setelah kembali ke Jakarta.
Berdasarkan pernyataan Soekarno tersebut, pada tengah hari Sodanco Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan yang akan disampaikan oleh Soekarno kepada kawan-kawannya dan para pemimpin pemuda. Sementara itu, di Jakarta sedang terjadi perundingan antara Achmad Subardjo (mewakili golongan tua) dengan Wikana (mewakili golongan muda). Dari perundingan tersebut tecapai kata sepakat, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Terlebih, Laksamana Takashi Maeda mengizinkan rumah kediamannya dijadikan sebagai tempat perundingan dan bahkan ia bersedia menjamin keselamatan para pemimpin bangsa Indonesia.
Berdasarkan kesepakatan antara golongan pemuda dengan Laksamana Takashi Maeda itu, Jusuf Kunto bersedia mengantarkan Achmad Subardjo dan sekretaris pribadinya pergi menjemput Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Sebelum berangkat, Achmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, komandan kompi Peta Cubando Subeno bersedia melepas Soekarno-Hatta beserta rombongan untuk kembali ke Jakarta. Rombongan tersebut tiba di Jakarta pada pukul 17.30 WIB.
Begitulah kronologis dari peristiwa Rengasdenglok yang menjadi bagian penting dari sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Makna yang dapat diambil bahwa kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari peran para pemuda Indonesia yang memiliki semangat membara untuk memerdekakan Indonesia. Maka, kita sebagai pemuda di masa sekarang perlu mencontoh semangat tersebut untuk mengisi kemerdekaan yang telah sebelumnya para pahlawan perjuangkan.

0 comments:

Posting Komentar

popcash