Senin, 25 September 2017

Hipotesis Penelitian



Hipotesis Penelitian
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

Hipotesis Penelitian

Margono (2004, hlm. 80) menyatakan bahwa “hipotesis berasal dari perkataan hipo (hypo) dan tesis (thesis)”. Hipo berarti kurang dari, sedang tesis berarti pendapat. Jadi, hipotesis adalah suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih sementara, belum benar-benar berstatus sebagai suatu tesis. Hipotesis merupakan suatu kemungkinan jawaban dari masalah yang diajukan. Hipotesis timbul sebagai dugaan yang bijaksana dari peneliti atau diturunkan (deduced) dari teori yang telah ada.
Margono (2004, hlm. 67) juga menyatakan bahwa “hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya”. Secara teknis, hipotesis adalah pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya melalui data yang diperoleh dari sampel penelitian. Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan keadaan parameter yang akan diuji melalui statistik sampel. Ketepatan suatu hipotesis tergantung pada penguasaan peneliti atas ketepatan landasan teoritis dan generalisasi yang telah dibacakan pada sumber-sumber acuan ketika melakukan telaah pustaka.
Trelease (dalam Nazir, 2005, hlm. 151) mendefinisikan hipotesis sebagai “suatu keterangan sementara sebagai suatu fakta yang dapat diamati”. Sedangkan Good dan Scates (dalam Nazir, 2005, hlm. 151) menyatakan bahwa “hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya”. Kerlinger (dalam Nazir, 2005, hlm. 151) menyatakan bahwa “hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua variabel atau lebih”.
Nazir (2005, hlm. 151) menyatakan bahwa “hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris”. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau yang ingin kita pelajari. Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi. Hipotesis merupakan keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang kompleks.
Sebelum pengujian sebenarnya dilakukan, hipotesis perlu dinilai terlebih dahulu. Untuk menilai kelayakan suatu hipotesis, terdapat sejumlah kriteria atau ciri hipotesis yang baik menurut Furchan (2004, hlm. 121-129) yakni “(1) hipotesis harus mempunyai daya penjelas; (2) hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antara variabel-variabel; (3) hipotesis harus dapat diuji; (4) hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahua yang sudah ada; dan (5) hipotesis hendaknya dinyatakan sederhana dan seringkas mungkin”. Pandangan tersebut diperjelas oleh Nazir (2005, hlm. 152) yang menyatakan bahwa hipotesis yang baik mempunyai ciri-ciri berikut:
1. Hipotesis harus menyatakan hubungan
Hipotesis harus merupakan pernyataan terkaan tentang hubungan-hubungan antarvariabel. Hal ini berarti bahwa hipotesis mengandung dua atau lebih variabel-variabel yang dapat diukur ataupun secara potensial dapat diukur. Hipotesis menspesifikasikan bagaimana variabel-variabel tersebut berhubungan. Hipotesis yang tidak memiliki ciri tersebut, sama sekali bukan hipotesis dalam pengertian metode ilmiah.
2. Hipotesis harus sesuai dengan fakta
Hipotesis harus cocok dengan fakta. Artinya, hipotesis harus dapat dimengerti dan tidak mengandung hal-hal yang metafisik. Kandungan konsep dan variabel pada hipotesis harus jelas. Sesuai dengan fakta, bukan berarti hipotesis baru diterima jika hubungan yang dinyatakan harus cocok dengan fakta.
3. Hipotesis harus berhubungan dengan ilmu serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan
Hipotesis harus tumbuh dan ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan serta berada dalam bidang penelitian yang sedang dilakukan. Jika tidak, maka hipotesis bukan lagi terkaan, melainkan merupakan suatu pernyataan yang tidak berfungsi.
4. Hipotesis harus dapat diuji
Hipotesis harus dapat diuji, baik dengan nalar dan kekuatan memberi alasan ataupun dengan menggunakan alat-alat statistika. Alasan yang diberikan biasanya bersifat deduktif. Sehubungan dengan ini, maka supaya dapat diuji, hipotesis harus spesifik. Pernyataan hubungan antarvariabel yang terlalu umum biasanya akan memperoleh banyak kesulitan dalam pengujian kelak.
5. Hipotesis harus sederhana
Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk yang sederhana dan terbatas untuk mengurangi timbulnya kesalahpahaman pengertian. Semakin spesifik atau khas suatu hipotesis dirumuskan, semakin kecil pula kemungkinan terdapat salah pengertian dan semakin kecil pula kemungkinan memasukkan hal-hal yang tidak relevan ke dalam hipotesis.
6. Hipotesis harus bisa menerangkan fakta
Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk yang dapat menerangkan hubungan fakta-fakta yang ada dan dapat dikaitkan dengan teknik pengujian yang dapat dikuasai. Hipotesis harus dirumuskan sesuai dengan kemampuan teknologi serta keterampilan menguji dari peneliti.
Secara umum, Nazir (2005, hlm. 153) menyatakan bahwa “hipotesis yang baik harus mempertimbangkan semua fakta-fakta yang relevan, harus masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam yang telah diciptakan Tuhan. Hipotesis harus dapat diuji dengan aplikasi deduktif atau induktif untuk verifikasi”.
Pada kegiatan penelitian, hipotesis merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Pentingnya hipotesis dinyatakan oleh Furchan (2004, hlm. 115) yang mengungkapkan setidaknya terdapat dua (2) alasan yang mengharuskan penyusunan hipotesis, sebagai berikut:
1. Hipotesis yang mempunyai dasar kuat menunjukkan bahwa peneliti telah mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian di bidang tersebut.
2. Hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data; hipotesis dapat menunjukkan kepada peneliti prosedur apa yang harus diikuti dan jenis data apa yang harus dikumpulkan. Dengan demikian, dapat dicegah terbuang sia-sianya waktu dan jerih payah peneliti. Perlu ditekankan bahwa hal ini berlaku bagi semua jenis studi penelitian.
Di dalam penelitian, hipotesis merupakan hal yang sangat berguna. Terkait dengan hal itu, Furchan (2004, hlm. 115) mengungkapkan kegunaan hipotesis penelitian, yakni:
1. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang
Untuk dapat sampai pada pengetahuan yang dapat dipercaya mengenai masalah pendidikan, orang harus melangkah lebih jauh daripada sekedar mengumpulkan fakta-fakta yang berserakan, untuk mencari generalisasi dan antarhubungan yang ada di antara fakta-fakta tersebut. Antarhubungan dan generalisasi ini akan memberikan gambaran pola, yang penting bagi pemahaman persoalan. Pola semacam itu tidak mungkin menjadi jelas selama pengumpulan data dilakukan tanpa arah. Hipotesis yang telah terencana dengan baik akan memberikan arah dan mengemukakan penjelasan-penjelasan. Karena hipotesis itu dapat diuji dan divalidasi (diuji keabsahannya) melalui penyelidikan ilmiah, maka hipotesis dapat membantu kita memperluas pengetahuan.
2. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang berlangsung dapat diuji dalam penelitian
Pernyataan tidak dapat diuji secara langsung. Penelitian memang dimulai dengan suatu pernyataan, tetapi hanya hubungan antara variabel-variabel sajalah yang dapat diuji. Misalnya, peneliti tidak akan menguji pernyataan “Apakah komentar guru terhadap pekerjaan siswa menyebabkan peningkatan hasil belajar secara nyata?” Akan tetapi peneliti dapat menguji hipotesis yang tersirat dalam pernyataan tersebut “Komentar guru terhadap hasil pekerjaan siswa menyebabkan meningkatnya hasil belajar siswa secara nyata” atau yang lebih spesifik, seperti “Skor hasil belajar siswa yang menerima komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya akan lebih tinggi daripada skor siswa yang tidak menerima komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya”. Selanjutnya peneliti dapat meneliti hubungan antara kedua variabel tersebut, yakni komentar guru dan prestasi siswa.
3. Hipotesis memberikan arah kepada penelitian
Hipotesis memiliki tujuan khusus. Dengan demikian, hipotesis juga menentukan sifat-sifat data yang diperlukan guna menguji pernyataan tersebut. Secara sangat sederhana, hipotesis menunjukkan kepada peneliti apa yang harus dilakukan. Fakta-fakta yang harus dipilih dan diamati adalah fakta yang ada hubungannya dengan pernyataan tertentu. Hipotesis menentukan relevansi fakta-fakta tersebut. Hipotesis dapat memberikan dasar bagi pemilihan sampel serta prosedur penelitian yang harus dipakai. Hipotesis juga dapat menunjukkan analisis statistik yang diperlukan agar ruang lingkup studi tersebut tetap terbatas, dengan mencegahnya menjadi terlalu sarat.
Sebagai contoh, hipotesis tentang latihan prasekolah anak kelas satu yang mengalami hambatan kultural. Hipotesis tersebut menunjukkan metode penelitian yang diperlukan serta sampel yang harus dipakai. Hipotesis tersebut bahkan menuntun peneliti kepada tes statistik yang mungkin diperlukan untuk menganalisis data. Berdasar pernyataan hipotesis tersebut, jelas bahwa peneliti harus melakukan eksperimen yang membandingkan hasil belajar di kelas satu dari sampel siswa yang mengalami hambatan kultural dan telah mengalami program prasekolah dengan sekelompok anak serupa yang tidak mengalami program prasekolah. Setiap perbedaan hasil belajar rata-rata kedua kelompok tersebut dapat dianalisis dengan tes atau teknik analisis variansi, agar dapat diketahui signifikansinya menurut statistik.
4. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan
Hipotesis akan sangat memudahkan peneliti jika ia mengambil setiap hipotesis secara terpisah dan menyatakan kesimpulan yang relevan dengan hipotesis tersebut. Artinya, peneliti dapat menyusun bagian laporan tertulis di seputar jawaban-jawaban terhadap hipotesis semula, sehingga membuat penyajian tersebut lebih berarti dan mudah dibaca.
Mungkin terdapat suatu pertanyaan, apakah semua penelitian harus berhipotesis? Terkait dengan pertanyaan tersebut, untuk memberikan jawabannya, Arikunto (2007, hlm. 71) menjelaskan terdapat dua alternatif jawaban. Pendapat pertama menyatakan, semua penelitian pasti berhipotesis. Semua peneliti diharapkan menentukan jawaban sementara, yang akan diuji berdasarkan data diperoleh. Hipotesis harus ada karena jawaban penelitian juga harus ada, dan butir-butirnya sudah disebut dalam problematika maupun tujuan penelitian. Pendapat kedua mengatakan, hipotesis hanya dibuat jika yang dipermasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Jawaban untuk satu variabel yang sifatnya deskriptif, tidak perlu dihipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masih dicari dan sukar diduga, tentu sukar ditebak apa saja, atau bahkan tidak mungkin dihipotesiskan.
Berdasarkan pendapat kedua ini maka mungkin sekali di dalam sebuah penelitian, banyaknya hipotesis tidak sama dengan banyaknya problematika dan tujuan penelitian. Mungkin problematika unsur 1 dan 2 yang sifatnya deskriptif tidak diikuti dengan hipotesis, tetapi problematika nomor 3 dihipotesiskan.

Referensi
Arikunto, S. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Aksara.
Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Margono (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

0 comments:

Posting Komentar

popcash