Jumat, 15 September 2017

Landasan Teori dalam Penelitian



Landasan Teori dalam Penelitian
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

Landasan Teori dalam Penelitian

Istilah teori telah banyak diuangkap oleh sejumlah ahli. Sukmadinata (2006, hlm. 17) menyatakan bahwa “teori merupakan suatu set atau sistem pernyataan (a set of statement) yang menjelaskan serangkaian hal” Sedangkan menurut Kerlinger (dalam Nazir, 2005, hlm. 19) “teori adalah sebuah set konsep atau constructyang berhubungan satu dengan yang lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dalam fenomena”.
Berdasar pendapat tersebut dapat ditarik garis besar bahwa teori merupakan abstraksi dari pengetahuan, pengertian, atau hubungan dari proporsi atau dalil.
Sukmadinata (2006, hlm. 17) menyatakan bahwa terdapat tiga (3) kelompok karakteristik utama sistem pernyataan suatu teori, yakni “pertama, pernyataan dalam suatu teori bersifat memadukan (unifying statement). Kedua, pernyataan tersebut berisi kaidah-kaidah umum (universal preposition). Ketiga, pernyataan tersebut bersifat meramalkan (predictive statement)”. Selanjutnya Rose (dalam Sukmadinata, 2006, hlm. 18) menyatakan bahwa karakteristik pernyataan (set of statement) tersebut meliputi “definisi, asumsi, dan kaidah-kaidah umum”. Pada rumusan yang lebih kompleks, teori juga menyangkut hukum-hukum, hipotesis, dan deduksi-deduksi yang logis-sistematis. Teori harus mampu menjangkau ke depan, artinya bukan hanya menggambarkan apa adanya, melainkan mampu meramalkan (prediktif) apa yang akan terjadi atas suatu hal.
Nazir (2005, hlm. 19) menyatakan bahwa ada tiga (3) hal yang perlu diperhatikan jika ingin mengenal teori, sebagai berikut:
1. Teori adalah sebuah set proporsi yang terdiri atas konstruk (construct) yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas.
2. Teori menjelaskan hubungan antarvariabel atau antarkonstruk, sehingga pandangan yang sistematis dari fenomena-fenomena yang diterangkan oleh variabel dengan jelas.
3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasikan variabel mana yang berhubungan dengan variabel mana.
Teori merupakan alat dari ilmu (tool of science). Nazir (2005, hlm. 19-20) menyatakan bahwa sebagai alat dari ilmu, teori memiliki peran, sebagai berikut:

1. Teori mendefinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap jenis-jenis data yang akan dibuat abstraksinya
Teori sebagai orientasi utama dari ilmu. Fungsinya adalah memberi batasan terhadap ilmu dengan cara memperkecil jangkauan (range) dari fakta yang akan dipelajari. Karena banyak fenomena yang dapat dipelajari dari berbagai aspek, maka teori membatasi aspek mana saja yang akan dipelajari dari suatu fenomena tertentu. Misalnya, permainan sepak bola, dapat dipelajari dari sejumlah aspek, seperti dari aspek fisik, aspek ekonomi (penawaran dan permintaan terhadap bola sepak), aspek kimia, aspek sosiologi, dan sebagainya. Melalui keberadaan teori, maka jenis fakta mana yang relevan dengan aspek tertentu dari fenomena dapat dicari dan ditentukan.

2. Teori memberikan rencana (scheme) konseptual, dengan rencana mana fenomena-fenomena yang relevan disistematiskan, diklarifikasikan, dan dihubungkan
Teori sebagai konseptualisasi dan klasifikasi. Tugas dari ilmu juga mengembangkan sistem klasifikasi dari struktur konsep. Pada pengembangan tersebut, ilmu memegang peranan penting, karena konsep serta klasifikasi selalu berubah karena pentingnya suatu fenomena yang berubah-ubah.

3. Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem generalisasi
Teori meringkas fakta. Teori meringkaskan hasil penelitian. Melalui adanya teori, generalisasi terhadap hasil penelitian dapat dilakukan dengan mudah. Teori juga dapat memadu antara generalisasi satu dengan generalisasi lain secara empiris, sehingga dapat diperoleh suatu ringkasan hubungan antargeneralisasi atau pernyataan.

4. Teori memberikan prediksi terhadap fakta
Teori memprediksi fakta-fakta. Penyingkatan fakta-fakta oleh teori akan menghasilkan uniformitas dari pengamatan-pengamatan. Melalui adanya uniformitas tersebut, maka dapat dibuat prediksi terhadap fakta-fakta yang akan datang. Teori dari fakta-fakta apa yang dapat mereka harapkan muncul berdasar pada pengamatan fenomena-fenomena sekarang.

5. Teori memperjelas celah-celah di dalam pengetahuan kita
Teori memperjelas celak kosong, karena meringkaskan fakta-fakta sekarang dan memprediksikan fakta-fakta yang akan datang, yang belum diamati. Maka, teori dapat memberikan petunjuk dan memperjelas daerah mana dalam khazanah ilmu pengetahuan yang belum dieksplorasi. Misalnya, apabila teori menyatakan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus antara penerepan model kooperatif dengan peningkatan keterampilan sosial siswa, maka teori tersebut menunjukkan celah mana saja di mana hubungan tersebut berlaku secara umum, atau teori tersebut berlaku hanya pada kelompok siswa tertentu.
Pendapat yang sedikit berlainan dinyatakan oleh Sukmadinata (2006, hlm. 20) bahwa minimal terdapat tiga fungsi teori yang sudah disepakati oleh para ilmuwan, yakni “(1) mendeskripsikan; (2) menjelaskan; dan (3) memprediksi”. Lebih lanjut Sukmadinata (2006, hlm. 21) menyatakan bahwa “untuk usaha mendeskripsikan, menjelaskan, dan membuat prediksi, para ahli terus mencari dan menemukan hukum-hukum tersebut”. Melalui proses tersebut mungkin terjadi di dalam suatu set kejadian, semua hukum dan interelasinya dapat dinyatakan dan teori itu telah berkembang menjadi hukum yang lebih tinggi. Para ahli mencari hubungan baru dengan menggabungkan sejumlah set kejadian menjadi suatu set kejadian yang baru yang lebih universal. Hal tersebut mendorong pencarian dan pengkajian selanjutnya, untuk menemukan hukum-hukum baru dan hubungan-hubungan baru dalam suatu teori baru. Fungsi yang lebih besar dari suatu teori adalah melahirkan teori baru.
Terkait dengan fungsi teori baru, Sukmadinata (2006, hlm. 21) menguraikan tentang proses pembentukan suatu teori atau bagaimana proses berteori berlangsung, melalui sejumlah langkah sebagai berikut:
1. Pendefinisian istilah merupakan hal yang sangat penting dalam berteori, terutama berkenaan dengan kejelasan atau ketepatan penggunaan istilah yang telah didefinisikan.
2. Klasifikasi, yaitu pengelompokkan informasi-informasi yang relevan dengan kategori-kategori yang sejenis. Klasifikasi juga merupakan pengelompokkan fakta dan generalisasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen, namun tidak menjelaskan interelasi antarkelompok atau interreaksi antara fakta dengan generalisasi dalam suatu kelompok.
3. Mengadakan induksi dan deduksi. Induksi dan deduksi merupakan dua proses penting di dalam mengembangkan pernyataan-pernyaatan teoritis setelah pendefinisian dan pengklasifikasian. Induksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang lebih bersifat umum dari fakta-fakta atau hal-hal yang bersifat khusus. Sedangkan deduksi merupakan penurunan kaidah-kaidah khusus dari kaidah yang lebih umum.
4. Informasi, prediksi, dan penelitian. Pembentukan suatu teori yang kompleks mungkin berpangkal dari inferensi-inferensi yaitu penyimpulan dari apa yang diamati. Inferensi ini mungkin ditarik melalui perumusan asumsi, hipotesis, dan generalisasi dari hasil observasi. Sesuai dengan fungsi dari teori, yaitu memberikan prediksi, teori juga berkembang melalui prediksi dan penelitian. Interelasi antara prediksi yang dibuktikan dengan suatu penelitian, namun ada juga yang tetap sebagai prediksi.
5. Pembentukan model-model. Teori sering mencakup hal-hal yang sifatnya abstrak dan kompleks, karena itu untuk memberikan gambaran yang lebih konkret dan sederhana dibuat model-model. Model ini menggambarkan kejadian-kejadian serta interaksi antara kejadian.
6. Pembentukan subteori. Suatu teori yang telah mapan dan komprehensif mendorong untuk terbentuknya sub-subteori. Subteori ini cenderung memperluas lingkup dari suatu teori dan memberikan penyempurnaan.

Referensi
Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sukmadinata, N. S. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: SPS UPI dan Remaja Rosdakarya.

0 comments:

Posting Komentar

popcash