Mengenal Lagu Kebangsaan Republik Indonesia “Indonesia Raya” 3 Stanza
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Lagu “Indonesia Raya” merupakan hasil karya komponis Indonesia bernama Wage Rudolph Soepratman, yang lahir di Jatinegara, 9 Maret 1903. Wage Rudolph Soepratman merupakan seorang guru yang dihormati. Lebih dikenal dengan W. R. Soepratman, ia juga pernah menjadi wartawan surat kabar “Kaoem Moeda” dan pengarang buku. Bakat musiknya terlihat dari hobinya bermain biola.
W. R. Soepratman
Singkat cerita pada suatu sore, W. R. Soepratman membaca suratkabar “Timbul” terbitan Solo. Ia lantas tertantang oleh kalimat, “alangkah baiknya kalau ada salah seorang pemuda Indonesia yang bisa menciptakan lagu kebangsaan Indonesia, sebab lain-lain bangsa semua telah memiliki lagu kebangsaannya masing-masing!”. Pada pertengahan tahun 1928 lagu “Indonesia Raya” rampung. Ketika Kongres Pemuda II, untuk kali pertama lagu tersebut diperdengarkan di tengah khalayak dengan gesekan biola W. R. Soepratman, bersamaan dengan lahirnya Sumpah Pemuda. Lirik lagu “Indonesia Raya” kala itu, sebagai berikut:
Stanza I:
Indonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe,
Disanalah akoe berdiri,
Mendjaga pandoe iboekoe.
Indonesia, kebangsaankoe,
Kebangsaan tanah airkoe,
Marilah kita berseroe:
“Indonesia bersatoe”.
Hidoeplah tanahkoe,
Hidoeplah neg’rikoe,
Bangsakoe, djiwakoe, semoea,
Bangoenlah rajatnja,
Bangoenlah badanja,
Oeuntoek Indonesia Raja.
Stanza II:
Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah akoe hidoep,
Oeuntoek s’lama-lamanja.
Indonesia, tanah poesaka,
Poesaka kita semoea,
Marilah kita mendoa:
“Indonesia bahagia”.
Soeboerlah tanahnja,
Soeboerlah djiwanja,
Bangsanja, rajatnja, semoenja,
Sadarlah hatinja,
Sadarlah boedinja,
Oentoek Indonesia Raja.
Stanza III:
Indonesia, tanah jang soeci,
Bagi kita disini,
Disanalah kita berdiri,
Mendjaga iboe sedjati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah jang terkoedjintai,
Marilah kita berdjandji:
“Indonesia bersatoe”.
S’lamatlah rajatnja,
S’lamatlah poet’ranja,
Poelaoenja, laoetnja, semoenja,
Madjoelah neg’rinja,
Madjoelah pandoenja,
Oentoek Indonesia Raja.
Refrain
Indones’, Indones’,
Moelia, Moelia,
Tanahkoe, neg’rikoe jang koetjinta.
Indones’, Indones’,
Moelia, Moelia,
Hidoeplah Indonesia Raja.
Lirik dan notasi lagu tersebut dimuat pada suratkabar “Sin Po” edisi 10 November 1928. 5000 eksemplar teks lirik dan notasi tersebut dicetak. Sin Po sendiri merupakan tempat W. R. Soepratman bekerja sebagai jurnalis.
Pada tahun berikutnya W. R. Soepratman dihubungi oleh Firma Tio Tek Hong yang sejak tahun 1905 merekam suara dalam bentuk piringan hitam. Firma ini hendak merekam lagu “Indonesia Raya”. W. R. Soepratman sama sekali tidak keberatan meski harus tidak mendapat keuntungan apa pun dari rekaman tersebut.
Pada tahun 1930, sahabat berkebangsaan Tionghoa dari W. R. Soepratman bernama Yo Kim Can mengupayakan perekaman lagu tersebut di luar negeri demi mencari mutu suatu lebih baik, namun niat tersebut tidak terlaksana karena lagu tersubut keburu dilarang pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kala itu, lagu “Indonesia Raya” dianggap sebagai sumber kecemasan yang dituduh menganggu ketertiban dan keamanan.
Ketika balatentara Jepang baru datang dan merebut Hindia Belanda, lagu “Indonesi Raya” sempat berkumandang bebas untuk sementara waktu. Setelah Maret 1942, lagu ini menjadi lagu terlarang. Ada pula usaha dari Jepang untuk memperbaharui liriknya. Maka, jelang akhir tahun 1944, dibentuk Panitia Lagu Kebangsaan, yang terdiri dari Ir. Soekarno sebagai ketua, dengan anggota Ki Hadjar Dewantara, Achiar, Sudibyo, Darmawidjaja, Koesbini, K. H. M. Masyur, Mr. Mohammad Yamin, Mr. Sastromoeljono, Sanusi Pane, C. Simanjuntak, Mr. Achmad Soebardjo, dan Mr. Oetojo. Kalimat dalam lirik lagu pun berbeda dari yang pernah ditulis W. R. Soepratman, meski intinya tidak jauh berbeda. Kala itu W. R. Soepratman telah meninggal dunia. Sayangnya, versi yang dibuat pada tahun 1944 ini pun tidak bertahan lama.
Sebab tidak ada keseragaman dalam cara memperdengarkan dan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dalam berbagai upacara. Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia melalui Penetapan Presiden Nomor 28 Tahun 1948 pada tanggal 16 November 1948, membentuk Panitia Negara yang disebut Panitia Indonesia Raya. Tugas panitia ini, yakni mengusulkan tata cara menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dalam upacara resmi maupun tidak. Pada tanggal 26 Juni 1958, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Lembaran Negara Nomor 72 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Liriknya tidak berbeda dengan apa yang dinyanyikan pada saat ini, sebagai berikut:
Stanza I:
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Di sanalah aku berdiri,
Jadi pandu ibuku.
Indonesia kebangsaanku,
Bangsa dan tanah airku,
Marilah kita berseru,
Indonesia bersatu.
Hiduplah tanahku,
Hiduplah neg’riku,
Bangsaku, rakyatku, semuanya,
Bangunlah jiwanya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya.
Stanza II:
Indonesia, tanah yang mulia,
Tanah kita yang kaya,
Di sanalah aku berdiri,
Untuk s’lama-lamanya.
Indonesia, tanah pusaka,
P’saka kita semuanya,
Marilah kita mendoa,
Indonesia bahagia.
Suburlah tanahnya,
Suburlah jiwanya,
Bangsanya, rakyatnya, semuanya,
Sadarlah hatinya,
Sadarlah budinya,
Untuk Indonesia Raya.
Stanza III:
Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti,
Di sanalah aku berdiri,
N’jaga ibu sejati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah yang aku sayangi,
Marilah kita berjanji,
Indonesia abadi.
S’lamatlah rakyatnya,
S’lamatlah putranya,
Pulaunya, lautnya, semuanya,
Majulah neg’rinya,
Majulah pandunya,
Untuk Indonesia Raya.
Refrain
Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Tanahku, neg’riku yang kucinta!
Indonesia Raya,
Mereka, merdeka,
Hiduplah Indonesia Raya.
Melalui adanya keputusan pemerintah tersebut, tercapailah keseragaman dalam nada, irama, iringan kata lagu “Indonesia Raya”. Selama ini hanya stanza pertama dan refrain lagu kebangsaan “Indonesia Raya” yang biasa dinyanyikan. Namun, mulai Juli 2017, pemerintah menghimbau untuk stanza dua dan tiga dalam lagu “Indonesia Raya” dinyanyikan dalam helatan upacara tertentu. Meski begitu, guna mengenali dua stanza yang jarang dikenal baik bagi anak-anak sekolah maupun mayoritas masyarakat Indonesia, kumpulan bait lagu kebangsaan tersebut akan diberitahu oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas.
Referensi
Lembaran Negara Nomor 72 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
0 comments:
Posting Komentar