Kamis, 19 September 2013

PRASASTI DAN SUMBER SEJARAH SRIWIJAYA

Berita dari dalam negeri
Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti-prasasti berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.
1.  Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.
2.      Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat Pelembang.
3.    Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka.
Prasasti ini menjadi bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang membawa keruntuhan kerajaan tersebut, terlihat dari bunyi: "Menghukum bumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya."
4.  Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini juga memuat penaklukan Jambi.
5.     Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini menyebutkan bahwa negara Sriwijaya berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra raja: Yuwaraja (putra mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota kedua), dan Rajakumara (tidak berhak menjadi raja).
6.     Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra. Prasasti ini memuat kisah penaklukan Pulau Bangka dan Tanah Genting Kra (Melayu) oleh Sriwijaya
7.  Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun) ditemukan di Lampung berisi penaklukan Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7.
Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut.
1)      Pertama, pendiri Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan.
2)      Kedua, Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah di sekitar Jambi.
3)      Ketiga, Sriwijaya semula tidak berada di sekitar Pelembang, melainkan di Minangatwan, yaitu daerah pertemuan antara Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Setelah berhasil menaklukkan Palembang, barulah pusat kerajaan dipindah dari Minangatwan ke Palembang.

1) Berita dari Cina

Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha. 
Pelayarannya maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan ditutupnya Jalan Sutra oleh bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya dipengaruhi Tantraisme, namun disiarkan pula aliran Buddha Mahayana. I-Tsing juga menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah Kedah di pantai barat Melayu pada tahun 682 – 685.
Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.
2) Berita dari Arab
Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak menghasilkan emas.
3) Berita dari India
Prasasti Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola menyebutkan adanya pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di Nagipatma. Biara tersebut dibuat oleh Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga Syailendra yang berkuasa di Sriwijaya dan Kataka.
Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. 
Hal ini merupakan wujud penghargaan sebab Raja Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda. Selain itu, prasasti Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai raja terakhir dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda untuk mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.

Kerajaan Sriwijaya, kehidupan politik dan ekonomi, dan kemundurannya

Prasasti Kedukan Bukit (683M)
Ditemukan oleh M. Batenburg 20 Okt 1920 di kampung kedukan bukit. Ditepi sungai Tatang. Prasasti berbentuk batu kecil ukuran 45 x 80cm. Ditulis dalam huruf Pallawa berbahasa melayu kuno. Isi:
1.      Dapunta Hyang naik perahu tanggal 11 waisaka 604 (23 April 682)
2.      Dapunta Hyang berangkat dari Minanga tanggal 7 Jesta (19 Mei) dengan membawa lebih dari 20.000 bala tentara dan tiba di Mulaupang
3.      Dapunta Hyang membuat “Wanua” tangga 5 Asuda (16 Juni)
2.      Talang tuo (684M)
Ditemukan oleh Louis Constant Westenenk  tanggal 17 Okt 1920 di desa Gandus, kaki bukit Segantung sebelah barat Palembang. Prasasti ini berbentuk bidang datar yang ditulisi. Ukuran 50 x 80cm dan berangka tahun 606 saka (23 Maret 684M) bertuliskan aksara Pallawa berbahsa melayu kuna. Terdiri dari 14 baris yang mampu dialih aksarakan oleh van Ronkel & Bosch yang dimuat dalam Acta Orientalia. Isi: Pembuatan taman Srikesetra atas raja Dapunta Hyang.
3.      Kota Kapur (686M)
Ditemuka dipesisir barat pulau Bangka. Tulisan berhuruf Pallawa berbahasa Melayu Kuna. Merupakan dokumen tertulis tertua yang berbahasa Melayu. Ditemukan oleh  J.K van Der Meulen Desember 1892. Prasasti ini dipahat di sebuah batu berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi 177cm, lebar 32cm pada dasar dan 19cm baguan puncak. Isi: usaha penaklukan bumi Jawa.
4.      Telaga Batu
Ditemukan disekitar kolam telaga biru. Palembang. Prasasti ini dipahat disebuah batu andesit yang sudah berbentuk dengan ukuran tinggi 118cm x 148cm. Diatas terdapat hiasan 7 buah ekor kepala ular kobra. Dan dibawah tengah terdapat semacam cerat pancuran tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris. Berhuruf Pallawa berbahsa melayu kuna.
Isi : kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat pada raja dan melakukan kejahatan
5.      Karang Brahi
Ditemukan tahun 1904 oleh kontrolir L.M. Berkhoutdi tepian Batang Merangin. Terletak pada dusun Batu bersurat. Desa Karang Brahi kecmatan Pamenang, Kabupaten Merangin Jambi. Prasasti ini tidak menunjukan tahun pembuatan namun menggunakan  aksara Pallawa dan berbahsa Melayu kuna.
Isi: kutukan bagi orang yang tidak tunduk pada raja

0 comments:

Posting Komentar

popcash