Pendekatan Konstruktivisme
A. Pengertian Model Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pembelajaran menurut konstruktivisme berusaha untuk melihat dan memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri.
Pendekatan konstruktivisme adalah salah satu pandangan dari proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran diawali dengan konlik kognitif. Konflik ini dapat diselesaikan hanya melalui pengetahuan yang akan dibangun sendiri oleh peserta didik melalui pengalaman dari interaksi dengan lingkungan. Konflik kognitif terjadi ketika interaksi antara konsepsi awal yang sudah dimiliki oleh siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga perubahan yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan struktur kognitif. Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibuat atau terbangun di pikiran siswa sendiri ketika ia mencoba untuk mengatur pengalaman barunya berdasarkan kerangka kognitif yang ada di dalam pikiran, sehingga pembelajaran matematika adalah proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui pangalaman transformasi individu siswa.
Tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mendapatkan jawaban sendiri.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan wawasan dan pemahaman konsep secara penuh.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang independen.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana untuk mempelajarinya.
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
f. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
g. Mencari dan menilai pendapat siswa.
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
B. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Konstruktivisme
1. Kelebihan Pembelajaran Konstruktivisme
a. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
c. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
e. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
f. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
2. Kekurangan Pembelajaran Konstruktivisme
a. Karena siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuwan, hal ini mengakibatkan terjadinya miskonsepsi.
b. Membutuhkan waktu yang lama, dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
C. Tahapan Model Pembelajaran Konstruktivisme
Model pembelajan konstruktivisme meliputi empat tahapan, yakni:
1. Tahap apersepsi
Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat.
2. Tahap eksplorasi
Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang akan dipelajari. Kemudian siswa menggali, menyelidiki, dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
3. Tahap diskusi dan penjelasan konsep
Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan temuannya. Pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
4. Tahap pengembangan dan aplikasi
Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kemudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.
D. Penerapan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika
Berikut ini adalah contoh pembelajaran pengurangan dasar bilangan seperti 12-9. Langkah-langkah proses pembelajarannya, sebagai berikut:
1. Pada tahap awal, guru mengajukan masalah seperti berikut di papan tulis “Ardi memiliki 12 kelereng. 9 kelereng diberikan kepada adiknya. Berapa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang?”
2. Guru bertanya pada siswa, berapa kelereng yang dimiliki Ardi pada awalnya? Jawaban yang diinginkan adalah 12. Guru lalu menggambar di papan tulis 12 buah kelereng dengan menekankan bahwa 12 bernilai 1 puluhan dan 2 satuan atau 12= 10+2.
3. Guru meminta siswanya bekerja dalam kelompok dengan menggunakan benda-benda konkret yang dimilikinya untuk menggambarkan 12 kelereng yang dimiliki Ardi.
4. Guru bertanya kepada siswa, berapa butir kelereng yang diberikan kepada adiknya dan berapa sisa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang? Biarkan siswa bekerja sendiri-sendiri atau bekerja di kelompoknya untuk menjawab soal tersebut.
5. Ada dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok siswa. 12-9 = 3 atau 12-9 = 2+1 = 3
.6. Guru memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok untuk melaporkan cara mereka mendapatkan hasilnya. Diskusikan juga yang mana dari dua cara tersebut yang lebih mudah digunakan.
7. Guru memberi soal tambahan seperti 13-9 dan 12-8. Para siswa masih boleh menggunakan benda-benda konkret. Bagi siswa yang masih menggunakan alternatif pertama, sarankan untuk mencoba alternatif kedua dalam proses menjawab dua soal tersebut.
8. Guru memberikan soal tambahan seperti 14-9 dan 13-8. Bagi siswa atau kelompok siswa yang sudah menyelesaikan soal ini tanpa mengguanakan benda konkret dapat mengerjakan soal-soal yang ada di buku.
E. Peran Guru dalam Model Pembalajaran Konstruktivisme
Seorang pendidik hendaknya tidak melihat peserta didik sebagai tidak tahu apa-apa. Peserta didik sudah membawa konsep-konsep, norma-norma, nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku tertentu ketika mengikuti pelajaran pertama kali. Itulah pengetahuan awal yang mereka punyai yang menjadi dasar untuk membangun pengetahuan selanjutnya. Di sini pendidik perlu mengerti mereka sudah pada taraf mana pengetahuan mereka (konsep, nilai, norma, tingah laku, sikap,dll).
Pendidik perlu belajar mengerti cara berpikir peserta didik, sehingga dapat membantu memodifikasikannya. Tanyakan kepada mereka bagaimana mereka mendapatkan jawaban, ini cara yang baik untuk menemukan pemikiran mereka dan membuka jalan untuk menjelaskan mengapa suatu jawaban tidak tepat untuk keadaan tertentu. Pendidik perlu mengerti sifat kesalahan peserta didik. Perkembangan ilmu pengetahuan adalah penuh dengan kesalahan atau error. Error adalah suatu bagian dan konstruksi semua bidang yang tidak bisa dihindarkan. Error kerapkali menunjukkan penalaran peserta didik yang digunakan untuk memecahkan persoalan. “Pendidik perlu melihat error sebagai suatu sumber informasi tentang penalaran mereka dan untuk mengerti sifat dari skema peserta didik” (Piaget,1965 hlm. 94).
Dalam sistem konstruktivisme, pendidik dituntut penguasaan bahan yang luas dan mendalam. Pendidik perlu mempunyai pandangan yang sangat luas mengenai pengetahuan dari bahan yang mau diajarkan. Pengetahuan yang luas dan mendalam akan memungkinkan seorang pendidik menerima pandangan dan gagasan peserta didik yang berbeda dan juga memungkinkan untuk menunjukkan apakah gagasan peserta didik itu benar atau tidak. Penguasaan bahan memungkinkan seorang pendidik mengerti macam-macam jalan dan model untuk sampai kepada suatu pemecahan persoalan dan tidak terpaku kepada satu model.
Tugas pendidik adalah membantu agar peserta didik lebih dapat mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret, maka strategi mengajar perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta didik. Bagi kaum konstruktivis, tidak ada suatu strategi mengajar satu-satunya dan dapat digunakan di manapun dalam situasi apapun. Strategi yang disusun, selalu hanya menjadi tawaran dan saran, tetapi bukan suatu menu yang sudah jadi. Setiap pendidik yang baik akan mengembangkan caranya sendiri. Mengajar adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik, tetapi juga intuisi.
Konstruktivisme pendidikan didukung oleh beberapa alat diagnosa yang canggih. Alat tersebut mampu mengukur pola pikir, kesalahan sistematik, miskonsepsi yang melekat. Disamping itu, diperlukan juga elaborasi yang dalam, berpikir dengan keras dan kehadiran seorang guru mendorong muridnya untuk berkonsentrasi pada pertanyaan atau masalah yang ada. Jadi, peran guru sangat menunjang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Beberapa tugas guru dalam menjalankan fungsinya sebagai mediator dan fasilitator belajar, sebagai berikut :
1.Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian.
2.menyediakan atau memberi kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide-ide ilmiah mereka.
3.Menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara produktif.
4.Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa.
F. Sistem Pendukung, Dampak Intruksional, dan Dampak Pengiring
Kegiatan belajar dalam pendekatan konstruktivisme adalah aktifitas siswa dalam proses pembentukan pengetahuan. Untuk membentuk pengetahuan, maka telah disediakan bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya.
1. Metode Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran konstruktivisme di antaranya adalah metode penemuan. Belajar dengan melakukan metode penemuan pada dasarnya adalah cara siswa untuk ”menemukan sendiri”. Strategi mengajar dengan model penemuan ini menempatkan siswa tidak hanya dalam posisi mendengarkan, akan tetapi siswa melibatkannya dalam pencarian intelektual yang aktif, pencarian dengan memanipulasi data yang dikumpulkan berdasarkan pengamatan dan pengamalannya sendiri, atau oleh orang lain, untuk dipahami dan dibermaknakan (Wiriaatmadja dalam Winataputra dan Udin Saripudin, 1994 hlm. 137).
Langkah-langkah penemuan menurut Nurhadi (2003hlm. 13): adalah “1) Merumuskan masalah, 2) Mengamati dan melakukan observasi, 3) Menganalisis dan meyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, 4) Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain”.
2. Media Pembelajaran Konstruktivisme
Media yang digunakan dalam pembelajaran konstruktivisme yaitu buku pelajaran, media powerpoint karena media pembelajaran berbasis komputer dapat digunakan secara intensif dalam pendekatan konstruktivisme, benda-benda konkret, dan lain-lain.
3. Penataan Lingkungan Belajar
Berdasarkan pendekatan konstruktivisme penataan lingkungan belajar yaitu menyediakan pengalaman belajar, metode pembelajaran yang dipergunakan, menyediakan pengalaman belajar yang kaya akan alternatif, memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan isi dan arah belajar mereka dengan menempatkan guru sebagai konsultan, peningkatan interaksi antara guru dengan siswa dan antar siswa sendiri, meningkatkan penggunaan berbagai sumber belajar disamping komunikasi tertulis dan lisan, meningkatkan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan mereka agar siswa mampu menjelaskan mengapa/bagaimana mereka memecahkan masalah dengan cara tertentu.
4. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak pembelajaran dalam pendekatan ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna.
Sedangkan dampak pengiringnya adalah siswa dapat memahami sifat-sifat atau karakteristik dari materi, siswa dapat mengerjakan soal-soal atau masalah dengan rumus hasil pemahamannya, siswa dapat mengerti kebersamaan dalam kelompok,dan juga guru lebih termotivasi untuk dapat membimbing dan memfasilitasi siswa dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhadi,dkk. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Piaget, J. (1965). The Moral Judgement of The Children. New York: The Free Press.
Winataputra, Saripudin, U. (1994). Materi Pokok Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
0 comments:
Posting Komentar