Gaya Belajar
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Setiap manusia selalu berbeda satu sama lain. Baik bentuk fisik, sifat, tingkah laku, maupun kebiasaan. Hal ini juga berlaku bahwa setiap manusia memiliki cara menyerap dan mengolah informasi yang diterima dengan cara beragam. Ini bergantung pada gaya belajar seseorang tersebut.
Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani (2013, hlm. 98) menyatakan bahwa gaya belajar yaitu “pola pikir yang spesifik pada individu dalam proses menerima informasi baru dan mengembangkan keterampilan baru”. Menurut Sidjabat (dalam M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati, 2012, hlm. 10) gaya belajar adalah “cara pandang setiap individu dalam melihat dan mengalami suatu peristiwa”. Sedangkan Sukadi (2008, hlm. 93) berpendapat bahwa “gaya belajar yaitu kombinasi antara cara seseorang dalam menyerap pengetahuan dan cara mengatur serta mengolah informasi atau pengetahuan yang didapat”.
Berdasar dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah upaya seseorang memahami suatu informasi. Pada konteks pembelajaran informasi yang dimaksud merupakan materi pelajaran. Maka, gaya belajar juga dapat diartikan sebagai upaya siswa dalam memahami materi pelajaran.
Sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya memahami gaya belajar siswanya. Siswa dapat lebih mudah memahami pelajaran apabila sesuai dengan gaya belajarnya dan menyenangkan. Menurut Rudi Hartono (2013, hlm. 31-32) “ada siswa yang lebih mudah menerima pelajaran melalui pendengaran (auditory), ada juga siswa yang mudah memahami dan menangkap sebuah pelajaran dengan melihat (visual) dan juga ada siswa yang lebih mudah dengan langsung mempraktikkan apa yang didengar atau dilihat (kinestetik)”.
Guru yang baik dan mengerti, tentu berusaha mengetahui serta mengembangkan bakat potensi dari siswa. Hal tersebut didasari adanya keyakinan bahwa siswa memiliki potensi besar. Sehingga meskipun di sekolah siswa belum melahirkan prestasi yang baik, guru dan orang tua selalu berupaya mencari penyebab belum keluarnya potensi siswa tersebut.
Guru perlu menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki cara yang optimal dalam mempelajari informasi yang baru. Cara yang digunakan siswa beragam tergantung pada teori belajar yang disukai dan gaya belajar yang variatif. Setiap peserta memiliki gaya belajar tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Apapun cara yang dipilih, perbedaan gaya belajar menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi siswa untuk menyerap informasi dari luar dirinya. Sebagian siswa dapat belajar paling baik dengan pencahayaan yang terang, sedang sebagian yang lain dengan cara berkelompok. Ada siswa yang dapat belajar dengan baik karena figur otoriter dari orang tua, guru, dan ada yang merasa dengan belajar sendiri merupakan cara paling efektif untuk memproses informasi bagi mereka. Pola keberagaman tersebut yang dikenal dengan istilah gaya belajar.
Pada dasarnya, dalam diri setiap manusia terdapat tiga gaya belajar. Akan tetapi ada di antara gaya belajar yang paling menonjol pada diri seseorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Bobby DePorter dan Mike Hernacki (dalam Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, 2013, hlm. 105) yang menyatakan bahwa “gaya belajar berdasarkan modalitas indera adalah mengenali modalitas seseorang dalam belajar sebagai modalitas visual, auditorial, dan kinestetik”. Penjelasannya lebih rinci, sebagai berikut:
1. Gaya Belajar Visual
Individu dengan gaya belajar visual akan lebih cepat belajar dengan cara melihat misalnya dengan membaca buku, melihat dan mengamati demonstrasi, atau melihat materi pelajaran yang disajikan dalam bentuk video. Seorang yang bertipe visual, akan cepat mempelajari bahan-bahan yang disajikan secara tertulis, bagan, grafik, dan gambar. Intinya mereka lebih mudah mempelajari materi pelajaran yang dapat dilihat.
Orang-orang visual menurut Bobby DePorter dan Mike Hernacki (2014, hlm. 116) memiliki ciri, sebagai berikut:
“rapi dan teratur, berbicara dengan cepat, perencana dan pengatur jangka panjang yang baik, teliti terhadap detail, mementingkan penilaian baik dalam hal pakaian maupun presentasi, pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka, mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar, mengingat dengan asosiasi visual, biasanya tidak terganggu oleh keributan, mempunyai masalah untuk mengingat intruksi verbal kecuali ditulis, pembaca cepat dan tekun, lebih suka membaca daripada dibacakan, bersikap waspada tentang suatu masalah, mencorat-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat, lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak, lebih suka demonstrasi daripada berpidato, dan lebih suka seni daripada musik”.
2. Gaya belajar auditorial
Siswa dengan gaya belajar auditorial lebih menggunakan indera pendengaran. Artinya, orang tipe ini lebih banyak dalam menggunakan indera pendengaran untuk melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain, ia mudah belajar, mudah menangkap stimulus atau rangsangan apabila melalui alat indera pendengaran.
Anak yang bertipe auditorial, mudah mempelajari bahan-bahan yang disajikan dalam bentuk suara (ceramah), begitu guru menerangkan ia cepat menangkap bahan pelajaran, di samping itu kata dari teman (diskusi) atau suara radio/casette ia mudah menangkapnya. Pelajaran yang disajikan dalam bentuk tulisan, perabaan, dan gerakan-gerakan, ia akan mengalami kesulitan.
Orang-orang auditorial menurut Bobby DePorter dan Mike Hernacki (2014, hlm. 116) memiliki ciri, sebagai berikut:
“berbicara pada diri sendiri pada saat kerja, mudah terganggu oleh keributan, menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan ketika membaca buku, selalu membaca dengan keras dan mendengarkan, dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, merasa kesulitan dalam menulis tetapi hebat dalam berbicara, berbicara dengan irama yang terpola, biasanya pembicara yang fasih, lebih suka musik ketimbang seni, belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat, suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar, lebih pandai mengeja keras daripada menuliskan, dan lebih suka gurauan lisan daripada membaca”.
3. Gaya belajar kinestetik
Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh. Pada tipe ini siswa belajar dengan menggunakan indera perasa dan gerakan-gerakan fisik. Orang dengan gaya belajar ini lebih mudah menangkap pelajaran apabila ia bergerak, meraba, atau mengambil tindakan.
Orang-orang kinestetik menurut Bobby DePorter dan Mike Hernacki (2014, hlm. 118) memiliki ciri, sebagai berikut:
“berbicara dengan perlahan, menanggapi perhatian fisik, menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka, berdiri dekat ketika berbicara dengan orang, selalu berorientasi pada fisik, banyak bergerak, mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar, belajar melalui memanipulasi dan praktik, menghafal dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, dan tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama”.
Ketiga tipe gaya belajar tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Karakter tiga tipe ini dapat dipraktikkan dalam proses pembelajaran. Seorang guru dapat menggunakan hal tersebut untuk meningkatkan kemampuan siswanya dengan jalan memahami tipe-tipe gaya belajar individu siswanya.
Referensi
DePorter, B., & Hernacki, M. (2014). Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Ghufron, M. N., & Risnawati, R. (2012). Gaya Belajar; Kajian Teoritik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartono, R. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Yogyakarta: Diva Press.
Irham, M., & Wiyani, N. A. (2013). Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sukadi (2008). Progressive Learning. Bandung: Niaga Qolbun Salmin.
0 comments:
Posting Komentar