Pola Jajan Anak Sekolah Dasar
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Kebiasaan jajan adalah bagian dari perilaku berbentuk tindakan yang menjadi suatu pola dari tingkah laku seseorang atau kelompok yang cenderung sulit untuk berubah. “Beragam jenis makanan jajanan di Indonesia berkembang sangat pesat sejalan dengan pesatnya pembangunan” (Winarno, 1993 hlm. 14). Menurut Nuryanto (2008, hlm. 83-85) makanan jajanan didefinisikan sebagai “makanan siap makan atau dipersiapkan untuk dikonsumsi langsung di lokasi jualan, jajanan atau tempat umum, seperti area pemukiman, pusat perbelanjaan, terminal, pasar, sekolah atau dijajakan dengan cara berkeliling”. “Sebagian besar makanan jajanan dibuat di lingkungan keluarga sebagai industri rumah tangga” (Kurdanti, Waluyo, dan Lestari, 2006, hlm. 51). Makanan jajanan cenderung berharga murah, mudah didapat, cita rasanya enak, dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat.
Menurut Tampubolon, Hardinsyah, dan Tanziha (2000, hlm. 24) “anak sekolah membutuhkan makanan yang cukup secara kuantitas dan kualitas agar memiliki keadaan atau status gizi yang baik”. “Salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia golongan anak sekolah adalah dengan menyediakan makanan jajanan yang bergizi guna memenuhi kebutuhan tubuh selama mengikuti pelajaran di sekolah” (Hidayat, Mujianto, dan Susanto, 1995, hlm. 600). “Anak sekolah merupakan konsumen makanan yang telah aktif dan mandiri dalam menentukan makanan yang dikehendakinya, baik makanan jajanan di sekolah, maupun di tempat penjualan lainnya” (Almatsier, 2003, hlm. 18-19). Anak sekolah dasar umumnya setiap hari menghabiskan sepertiga waktunya di sekolah. Pada tahap ini, anak mendapat peluang lebih banyak untuk memperoleh makanan, terutama yang diperolehnya di luar rumah sebagai makanan jajanan. Mereka memiliki kebiasaan untuk menggunakan uang jajan mereka untuk makanan dan minuman sesuai dengan selera mereka sendiri.
Kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer di kalangan anak sekolah dasar. Kebiasaan jajan tersebut sulit untuk dihilangkan. Menurut Dewi (2003, hlm. 7) “biasanya makanan jajanan yang mereka sukai adalah makanan dengan warna, penampilan, tekstur, aroma, dan rasa yang menarik”. Mereka juga pada umumnya membeli jenis makanan jajanan yang kandungan zat gizinya kurang beragam yaitu hanya terdiri dari karbohidrat saja atau karbohidrat dan lemak (dari minyak). Di samping itu, kegemaran anak-anak akan hal yang manis dan gurih sering dimanfaatkan oleh para penjual untuk menarik perhatian anak. Makanan jajanan yang ditawarkan belum tentu menyehatkan, karena “kebanyakan dari penjual makanan jajanan belum sepenuhnya memperhatikan kebersihan, keamanan, dan kandungan gizi makanan yang dijajakan” (Siswanti, 2004, hlm. 12).
Pemilihan terhadap makanan jajanan adalah tindakan ukuran suka atau tidak suka terhadap jumlah dan jenis makanan jajanan yang dikonsumsi. Selain dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya setempat, juga dipengaruhi oleh kesukaan terhadap makanan jajanan tersebut. Banyak alasan yang melatarbelakangi kebiasaan jajan anak sekolah dasar, seperti:
1. Anak tidak sempat sarapan pagi;
2. Faktor psikologis anak melihat temannya jajan; dan
3. Faktor kebutuhan biologis anak yang perlu dipenuhi.
Adapun secara lebih terperenci, berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pola jajan anak sekolah dasar, sebagai berikut:
1. Kebiasaan sarapan pagi anak Sekolah Dasar
Makan pagi atau sarapan adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik. Manfaat dari kebiasaan sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula dalam darah dan dapat memberikan kontribusi penting akan sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Anak yang tidak biasa sarapan mempunyai konsentrasi belajar yang lebih rendah dan kurang perhatian dibandingkan dengan anak yang terbiasa melakukan sarapan. Maka, sarapan sangat penting dilakukan oleh anak usia sekolah dasar karena dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan konsentrasi belajar.
Manfaat lain dari sarapan adalah mengurangi kemungkinan jajan di sekolah dan mengurangi resiko untuk tambahan makanan bahaya, seperti zat pengawet, pewarna, pemanis, penyedap, dan sebagainya.
2. Kebisaan membawa bekal sekolah
Bekal merupakan makanan yang dipersiapkan orang tua di rumah untuk dibawa dan dikonsumsi anak di sekolah. Bekal yang dibawa oleh anak dapat lebih mudah diawasi terutama dalam hal kandungan gizi, kebersihan, dan dapat mengurangi kebiasaan jajan di sekolah.
Pemberian bekal pada anak dapat memberi keuntungan, antara lain:
a. Anak dapat terhindar dari gangguan rasa lapar.
b. Pemberian bekal dapat menghindarkan anak dari kekurangan kalori.
c. Pemberian bekal dapat menghindarkan anak dari kebiasaan jajan yang sekaligus menghindarkan anak dari gangguan penyakit akibat makanan yang tidak bersih.
3. Pengetahuan gizi anak Sekolah Dasar
Pengetahuan gizi anak sekolah dasar mempengaruhi perilaku anak dalam memilih jajanan yang mereka konsumsi. Melalui pengetahuan gizi yang baik, anak mulai memahami jajanan yang baik untuk kesehatannya dan menghindari jajanan yang membahayakan dirinya.
Sebaiknya sejak kecil anak-anak sudah diperkenalkan dengan beragam jenis makanan terutama jenis sayuran dan buah-buahan. Mereka perlu diajarkan untuk memperhatikan kebersihan dan lebel pada kemasan untuk menghindari konsumsi makanan yang tercemar atau kadaluarsa. Hal ini sangat berkontribusi pada peningkatan pengetahuan anak tentang gizi yang diperoleh secara teratur.
Pengetahuan akan gizi dapat diperoleh melalui faktor intern maupun ekstern. Faktor intern yang mampu meningkatkan pengetahuan gizi anak berasal dari dalam diri anak berdasarkan pengalaman hidupnya. Sedangkan faktor ekstern yaitu faktor dari luar yang mengakibatkan pengetahuan gizi anak meningkat, seperti keluarga, metode pembelajaran, dan masyarakat.
Sejumlah pengetahuan mengenai gizi yang dapat diberikan pada anak sekolah dasar, meliputi:
a. Mengenal berbagai makanan bergizi;
b. Mengenal nilai gizi pada makanan;
c. Memilih makanan yang bergizi;
d. Kebersihan makanan;
e. Penyakit yang timbul akibat kekurangan atau kelebihan gizi; dan sebagainya.
4. Sikap anak Sekolah Dasar dalam pemilihan makanan jajanan
Sikap anak sekolah dasar dalam memilih makanan jajanan dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya:
a. Kebudayaan
Kebudayaan yang berkembang di keluarga akan membentuk karakteristik anak mengenai makanan yang disukai dan tidak disukainya. Apabila kebudayaan dalam keluarga ini diikuti dengan tingkat pengetahuan gizi yang baik, maka pola hidup yang terbentuk pada diri anak tersebut juga baik, begitu pula dalam cara anak memilih jenis jajanan.
b. Psikologi anak
Faktor psikologi anak juga mempengaruhi sikap terhadap pemilihan jajanan. Makanan mana yang disukai atau yang tidak disukai akan terbentuk dengan variasi psikologi yang tumbuh pada masa kanak-kanak dan pada umumnya akan berlanjut hingga usia dewasa.
c. Lingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikan merupakan salah satu perluasan lingkungan yang terjadi ketika anak memasuki usia sekolah. Peran lingkungan pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap anak dalam menghadapi segala hal. Proses pembelajaran mengenai pemilihan makanan yang sehat dan yang tidak, akan anak dapatkan di sekolah. Anak mulai pandai memilih makanan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
5. Besar uang jajan anak Sekolah Dasar
Uang jajan adalah sejumlah uang yang diberikan orang tua kepada anak. Uang jajan dikategorikan berdasar waktu pemberiannya, yakni uang jajan harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Biasanya anak usia sekolah dasar diberi uang saku untuk keperluan jajan di sekolah. Hal ini terjadi pada anak dari keluarga berpendapatan tinggi maupun rendah. Besarnya berbeda-beda tergantung usia anak dan keadaan ekonomi keluarga. Perolehan uang saku sering menjadi kebiasaan, anak diharapkan dapat belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki.
Salah satu alasan anak mengkonsumsi makanan yang beragam adalah uang jajan. Semakin besar uang saku, maka kecenderungan anak mempunyai frekuensi jajan yang besar.
6. Akses terhadap penjaja makanan dan pemilihan jenis jajanan
Akses siswa terhadap penjaja makanan yang semakin banyak ditemukan di lingkungan sekitar mereka baik sekolah maupun lingkungan rumah, akan semakin memudahkan mereka dalam mengkonsumsi jajanan. Selain itu, para penjaja makanan menyiapkan berbagai macam jenis jajanan dengan aneka bentuk dan rasa yang diminati.
Jajanan yang sangat disukai anak pada umumnya adalah jajanan yang menarik melalui rasa, harga, dan penampilannya. Jajanan yang anak pilih tentu makanan yang menurut mereka enak, teman-teman menyukainya, menarik dari segi warna dan rasa. Padahal kebanyakan dari jajanan tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya dan tidak lepas dari cemaran biologis.
7. Karakteristik orang tua
Karakteristik yang dimaksud, berupa:
a. Pendidikan orang tua
Pendidikan orang tua mempunyai pengaruh terhadap keadaan gizi. Makin tinggi pendidikan orang tua, anak cenderung mempunyai keadaan gizi yang baik. Dengan kata lain, orang tua yang berpendidikan tinggi akan memilih makanan yang lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitas bila dibandingkan orang tua yang berpendidikan lebih rendah.
b. Pekerjaan orang tua
Tingkat penghasilan ikut menetukan jenis pangan apa yang akan dibeli. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut dipergunakan untuk membeli makanan. Jadi, penghasilan merupakan faktor penting bagi kualitas dan kuantitas makanan.
Orang tua dengan mata pencaharian yang relatif tetap setidaknya dapat memberikan jaminan sosial keluarga yang relatif aman bila dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak tetap. Pekerjaan orang tua berperan dalam pola pemberian makanan dan pengurusan makanan dalam keluarga. Pendapatan orang tua yang besar juga berpengaruh pada besarnya uang saku yang diterima anak dibandingkan dengan orang tua yang berpenghasilan rendah.
8. Pengaruh teman sebaya dalam pemilihan jajanan
Pengaruh teman sebaya (peer group) pada anak akan semakin besar dengan adanya keinginan atau hasrat yang besar dari dalam diri anak untuk dapat diterima sebagai anggota kelompok tertentu, sehingga ia memutuskan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan aturan kelompok tersebut. Siswa sekolah dasar mulai memiliki sifat ingin diterima di kelompok bermain. Sehingga sering kali mereka mengikuti peraturan yang terdapat di kelompok bermain, termasuk dalam hal memilih jajanan.
9. Pengaruh media massa dalam pemilihan jajanan
Salah satu hal yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan ialah media massa, terutama iklan perdagangan dan promosi penjualan. Pemberitaan mengenai makanan jajanan yang beredar di televisi pada masa kini memang sudah banyak, sehingga memudahkan anak mengakses berita tersebut dan menyerap isi pesan pemberitaan tersebut. Mengingat anak belum cukup mampu membedakan mana makanan yang baik untuk kesehatan dan tidak, maka dikhawatirkan anak cenderung menyukai makanan yang kurang baik bagi kesehatan. Maka, pendampingan dari orang tua menjadi hal utama mengenai hal tersebut.
10. Dukungan orang tua
Perilaku jajan anak juga dipengaruhi oleh orang tua atau orang terdekat yang berada di lingkungan keluarga yang kerap kali melakukan jajan. Misalnya, anak kerap diberikan uang lebih dengan alasan lebih praktis untuk membeli makanan di sekolah ketimbang membawa bekal.
Dukungan jajan juga dapat berupa anak tidak dibiasakan sarapan pagi dan dengan alasan lebih praktis terhadap orang tua memberikan uang jajan kepada anak untuk sarapan dan makan siang di sekolah. Padahal jajanan sekolah belum tentu baik dari segi gizi, kebersihan, maupun keamanannya.
Perilaku jajan anak juga dipengaruhi oleh perilaku orang tua memberikan jajanan pada anak dengan alasan iba apabila anak menangis mengiginkan jajan, padahal belum tentu jajanan tersebut baik, sehingga timbul pemikiran pada anak bahwa orang tua memperbolehkan ia mengonsumsi makanan tersebut.
Di sisi lain, dukungan orang tua juga dapat berupa nasihat di mana memberikan uang jajan, namun disertia nasihat agar anak tidak membeli makanan jajanan yang tergolong tidak sehat.
Referensi
Almatsier, S. (2003). Penuntut Diit Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dewi, D. K. (2003). Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dan Pengetahuan Gizi dengan Pemilihan Makanan Jajanan Anak SD Kelas IV dan V. (Skripsi). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.
Hidayat, T. S., Mujianto, T. T., Susanto, D. (1995). Pola Kebiasaan Jajan Murid Sekolah Dasar dan Ketersediaan Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah di Provinsi Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia.
Kurdanti, W., Waluyo, & Lestari, N. T. (2006). Upaya Peningkatan Skor Keamanan Pangan (SKP) melalui Kombinasi Penyuluhan dan Pemberian Poster Aksi pada Kantin Sekolah Dasar di Yogyakarta. Jurnal Nutrisia, 7 (1), hlm. 51.
Nuryanto (1993). Bahaya Makanan Jajanan. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Siswanti, A. I. (2004). Perilaku Jajan pada Anak Sekolah (Studi Kualitatif pada Siswa Kelas IV SDN Muktiharjo Lor 01-04, Kecamatan Genuk, Semarang. (Skripsi). Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dipenogoro.
Tampubolon, R. H. M., Hardinsyah, Tanziha, I. (2000). Kebiasaan Makan Pagi dan Jajanan Anak Sekolah Peserta Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) di Kabupaten Bogor. Jurnal Media Gizi dan Keluarga, 24(1), hlm. 23-29.
Winarno, F. G. (1993). Makanan Jajanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
0 comments:
Posting Komentar